Seraya berkata manis pada relung
yang bertautan dengan jiwa
Sang Terkasih.
Aku hilang arah untuk menuju surga-Mu
Tak seperti waktu api itu belum berkilat-kilat
di ambang penuh pesona.
Belum ada jeritan, rintihan, isakan.
Lalu apa lagi sekarang?
Pemandangan satir?
Laboratorium cinta?
Atau musuh setia?
Ah, kapan badai akan tenang?
Mungkin hanya saat nama aku dan ayah,
diukir dalam batu indah di atas kepalaku.
25 Desember 2008 (2:40 am)